WAYANG

 

WAYANG

Wayang adalah istilah bahasa Jawa yang bisa dimaknai ‘bayangan’, hal ini disebabkan karena penonton juga bisa menonton wayang dari belakang kelir atau hanya bayanganya saja. Dalang memainkan wayang kulit didepan kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara dibelakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga penonton yang berada dibelakang layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Sedangkan penonton yang ada di depan kelir dapat melihat peetunjukan wayang secara nyata bentuk maupun warnanya, bukan bayangannya.

Wayang merupakan seni tradisi dan warisan adiluhung dari nenek moyang yang merupakan dasar budaya ketimuran. Cerita wayang mengandung kearifan local, nilai-nilai dan ajaran kebijaksanaan serta keluhuran budi pekerti yang relevan dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

(gambar di ambil dari https://id.wikipedia.org/wiki/Wayang_Kulit_Palembang) 

Dalam dapat dipakai sebagai media informasi, karena penampilannya yang komunikatof, sebagai alat untuk melakukan pendekatan pada masyarakat dalam menyampaikan informasi untuk dapat memahami suatu tradisi, masalah kehidupan dan segala aspeknya.

Wayang dapat dipakai sebagai media informasi, karena penampilannya yang komunikatif, sebagai alat untuk melakukan pendekatan pada masyarakat dalam menyampaikan informasi untuk dapat memahami suatu tradisi, masalah kehidupan dan segala aspeknya.

Wayang juga merupakan media hiburan yang dipakai dalam berbagai keperluan. Dalam perkembangannya pertunjukan wayang sering diisi dengan campursari, lawak dan sebagainya. Namun tetap berpegang pada tujuan pertunjukan pagelran wayang yaitu sebagai tontonan dan tuntunan.

Wayang dapat juga dipakai sarana pendidikan, terutama pendidikan watak dan mental. Hal tersebut sangat penting untuk membangun karakter bangsa dalam membangun manusia seutuhnya. Unsur-unsur pendidikan dalam cerita pewayangan diantaranya masalah kebenaran, keadilan, kejujuran, ketaatan, kesetiaan, kepahlawanan, spiritualnya, psikologi, filsafat, segala aspek perwatakan manusia dan problematikanya.

Unsur pendidikan dalam pagelaran wayang bukan sekedar dalam ceritanya saja namun juga terdapat pada perwujudan gambar masing-masing wayang yang merupakan gambaran watak, sifat manusia.

Wayang yang ada di simpingan kanan biasanya adalah:

1.      Prabu Tuguwasesa

2.      Werkudara dari beberapa macam wanda

3.      Bratasena dari beberapa wanda

4.      Rama Parasu

5.      Gatutkaca dari beberapa wanda

6.      Ontareja

7.      Anoman dari beberapa macam wanda

8.      Kresna dari beberapa macam wanda

9.      Prabu Ramawijaya

10.  Prabu Harjuna Sasrabahu

11.  Pandhu

12.  Arjuna

13.  Abimanyu

14.  Palasara

15.  Sekutrem

16.  Wayang putran

17.  Bayi/bayen


Wayang yang ada di simpingan kiri biasanya adalah:

1.      Buta Raton misal Kumbakarna

2.      Raksasa muda (Prahasta, Suratimantra)

3.      Rahwana dengan beberapa wanda

4.      Wayang bapang (ratu sabrang)

5.      Wayang Boma (Bomantara, Supala, dll)

6.      Indrajit

7.      Trisirah

8.      Trinetra dan sejenisnya

9.      Prabu Baladewa dengan beberapa wanda

10.  Raden Kakarsana

11.  Prabu Salya

12.  Prabu Matswapari

13.  Prabu Duryudana

14.  Raden Kurupati

15.  Adipati Karna

16.  Raden Ugrasena

17.  Raden Setyaki

18.  Raden Smaba

19.  Raden Narayana dan sebagainya

 

Keterangan

Wayang tersebut disimping pada debog atau batang pisang bagian atas. Untuk batang pisang bawah hanya terdiri dari simpingan wayang putren. Pada contoh diatas hanya secara garis besar saja. Jadi masih banyak nama tokoh yang tidak kami cantumkan.

Wayang eblekan, yaitu wayang yang masih diatur rapi didalam kotak. Tidak ikut disimping. Contohnya Buta babrah, wayang wanara, wayang kewanan (hewan), wayang tatagan yang lain, missal: wadya sabrang, buta kacil, dll.

Wayang dudahan, yaitu wayang yang diletakan disisi kanan dalang. Contohnya Punakawan, pandita. Rampogan, dewa, dan beberapa tokoh wayag yang akan digunakan di dalam pakeliran.

 

GUNUNGAN/KAYON

Dalam pegaleran wayang kulit, kita pasti akan meihat gunungan sering juga disebut kayon. Dinamakan gunungan karena bentuknya mirip gunung yang mengerucut tinggi mencuat ke atas. Gunungan atau kayon dapat dilihat pada saat pekeliran belum dimulai, jumlah gunungan relative, gunungan ditancapkan tegak lurus ditengah kelir pada batang pisang bagian atas. Tetapi jika pakeliran telah dimulai maka gunungan ditancap pada simipinan kanan dan simipingan kiri.

Gunungan atau kayon terdapat pada setiap pagelaran wayang misalnya: wayang purwa, wyaang gedong, wayang krucil, wayang golek, wayang suluh, dan sebagainya.

Gambar gunungan kalau kita perhatikan juga banyak menggambarkan symbol atau lambing. Contoh dalam lingkungan hidup sering disebut Kalpataru digambarkan sebuah gunungan atau kayon. Jenis kayon atau gunungan itu ada dua, pada masa sekarang para seniman tatah sungging yang mempunyai pengetahuan pedalangan telah membuat beberapa kreasi bentuk gunungan atau kayon namun yang baku ada dua yaitu kayon gapuran dan kayon blumbangan.

Ciri-ciri gunungan atau kayon Gapuran sebagai berikut:

1.      Bentuknya ramping

2.      Lebih tinggi dari kayon blumbangan

3.      Bagian bawah berlukiskan gapura

4.      Samping kanan dan kiri dijaga dua raksasa kembar cingarabala dan balaupara yang memegang tameng dan gada atau pedang.

5.      Bagian belakang berlukiskan api berkobar merah membara

Ciri-ciri gunungan atau kayon blumbangan sebagai berikut:

1.      Bentuk gemuk

2.      Lebih pendek dari kayon gapuran

3.      Bagian bawah berlukiskan kolam dengan air yang jernih

4.      Ditengah kolam ada gambar ikan yang berhadap-hadapan

5.      Bagian belakang berlukiskan api berkobar merah membara biasanya juga ada lukisan kepala makara

Komentar

Postingan Populer