BENTUK FISIK DAN BENTUK UNGKAP TARI GAMBYONG

Bentuk penyajian Tari Gambyong yang disusun Nyi Bei Mintoraras di Mangkunegaraan telah memiliki susunan gerak yang ditentukan oleh penyusunan tari, sehingga penari menyajikan Tari Gambyong sesuai dengan susunan tari yang telah ada. Demikian pula seorang pengendang harus menyajikan pola kendangnya yang telah ditentukan oleh penyusun tari. selain itu, penari gambyong tidak dituntut untuk sebagai pesinden.
Sejarah Tari Gambyong dan fungsinya dalam kehidupan masyarakat Jawa, tampak bahwa bentuk Tari Gambyong yang berawal dari tari bentuk yang sederhana, secraa perlahan berubah berkembang dan semakin rumit. Bentuk sajian Tari Gambyong sebagai bagian dari tari tradisional Jawa juga tidak lepas dari aturan seperti konsep dasar gerak tari. dalam bentuk sajian tarian ini dibagi menjadi dua, yaitu bentuk fisik dan bentuk ungkap. 

A. BENTUK FISIK (Bentuk Lahir)
     Perbedaan antara Tari Gambyong dan Tari Tayub tampak jelas setelah Tari Gambyong berkembang dilungkungan keraton. Bahkan kemusian terdapat pula perbedaan bentuk sajian Tari Gambyong di desa dengan di lingkungan keraton. Karena di lungkungan keraton telah digarap dengan berpijak pada kaidah tari keraton, etika, dan etiket keraton, di antaranya dilakukan penggarapan pada kualitas gerak dengan menggarap unsur gerak yang meliputi volume, bentuk, tekanan, dan tempo atau kecepatan. Hasil penggarapan ini ini menyebabkan tarian ini dirasakan lebih halus  terkesan kenes, luwes, dan lembut tetap di tonjolkan. Gerakan cenderung erotis diperhalus, sehingga gerak yang memperlihatkan betis, mengguncangkan payudara, dan melirikkan mata ditiadakan. 
Karawitan Tari Gambyong adalah gending-gending dalam bentuj ladrang, seperti Pangkur, Asmaradana, Ayun-Ayun, dan Sumyar. Slaah saty ciri iringan tarian ini adalah pola kendangan pada bagian ciblon disebut kendangan ciblon. Pola kendangannya pun pada awalnya disebut dengan kosek wayangan.
B. BENTUK UNGKAP (BENTUK DALAM)
Bentuk ungkap disini terdapat sifat primer. Sifat primer mengungkapkan pengalaman dengan cita yang mendalam dan digarap secara kaya, hla ini menjadi tujuan penghayatan. Ungkap ini diantaranya dapat dibentuk garapan nilai hidup, keyakinan agama, kemantapan kepercayaan, yang semuanya menjadi nilai pedoman hidup pribadi dan dengan sesama manusia, hidup dalam awal yang ada hidup tawakal pada yang diyakini, nilai yang menentukan diri manusia. 
Mengenai simbolik yang di ungkapkan dalam tari gambyong jiga terdapat beberapa informasi. Setelah tari gambying memiliki kedudukan cukup baik di tari gaya Surakarta, berbagai makna dikenakan pada tari Gambyong yang tak lain untuk mengabsahkan bahwa taru gambyong ini bukan tari sembarangan. Makna simbolik terbagi menjadi 2. Pertama, menyatakan bahwa tari gambyong mengungkapkan tentang proses kehidupan manusia sejak lahir sampai meninggal dunia. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam kehidupan menusia terdapat 3 fase, yaitu lahir, dewasa, dan mati. Proses lahir dan mati adalah peristiwa yang dialami setiap manusia, sedangkan proses dewasa antara manusia satu dan yang lain berbeda. Makna ini terdapat pada gerakan (sekaran) tari gambyong pada rangkaian gerak laras, gerak batangan, gerak pilesan, gerak laku telu, gerak mentogan, dan gerak wedi kengser. Kedua, menyatakan bahwa tari gambyong mengungkapkan mengenai hubungan karonsih yang penggambarannya sangat halus sehingga tidak kelihatan. Dari penampilan tarian ini dapat muncul rasa nikmar yang memungkinkan merangsang gairah seksual. Hal ini terdapat 3 di bagian gerakan yaitu bagian laras menggambarkan seseorang yang semadi kepada Tuhan, bagian kebar atau kiprahan menggambarkan seseorang yang sedang merias atau mempercantik diri, dan bagian ciblon menggambarkan persetubuhan. 

Dalam perkembangan zaman, tata rias dan busana yang digunakan dalam tari gambyong menjadi beragam, yaitu:
1. Mekakan. Memakai kain corak parong lasem yang diwiru mekak warna hijau  sampur dililitkan di pinggang serta memaikai pendhing. Rias yang digunakan mengacu pada rias wayang orang putri lanyap.
2. Dodotan. Bentuk busana yang digunakan untik pengantun Jawa atau penari bedhaya. Bentuk ini ciri khasnya pada penggunaan "Sangga Pocong", yang membuat bentuk pantat tampak besar. Busana ini menggunakan kain dengan panjang 3,5 meter biasanya dengan samparan tetap untuk tari gambyong tidak menggunakan samparan.
3. Bentuk busana Srimpi. Rincian busana dan perhiasan hampir sama dengan busa mekakan, perbedaannya pada penggunan kotang yaitu baju yang tidak menggunakan lengan. 

Selain perubahan bentuk juga dilakukan perubahan warna dan bahan yang digunakam sebagai busana tari. Kain batik diganti dengan warna polos dengan warna yang mencolok.


(gambar diambil dari https://www.sumber.com/sumber-nesia/jawa-tengah/budaya/tari-gambyong)

Komentar

  1. wah pengetahuan baru ni bagi saya yang sangat awam tentang tari

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer